Nama Telaga Madirda mungkin
masih kurang familiar terdengar ditelinga, salah satu obyek wisata yang
menyajikan keindahan alam yang sangat asri dengan latar belakang pemandangan perbukitan
yang hijau, udara yang sejuk, dan kejernihan airnya sehingga dasar telaga dan
ikan-ikan yang hidup di telaga dapat terlihat jelas. Telaga Madirda merupakan
telaga alami yang sumber airnya berasal dari
Gunung Lawu. Tempatnya berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso,
Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Lokasi Telaga ini
berdekataan dengan Candi Sukuh dan Situs Palanggatan. Selain pesona alamnya
yang indah, Telaga Madirda juga menyimpan kisah yang dipercaya masyarakat sebagai
tempat jatuhnya mustika milik dewa surya
yang bernama Cupu Manik Asta Gina.
Dahulu kala hidup seorang resi
sakti bernama Gutama, dari
Pertapaan Agrastina. Kerena kesaktiannya, Resi Gutama pernah membantu para dewa
menyelamatkan kahyangan, dan atas jasanya itu, Batara Guru menghadiahi sang
resi seorang bidadari bernama Dewi Windradi
sebagai istrinya. Walalupun Dewi Windradi sebenarnya lebih menyukai Batara Surya, dia tetap menerima Resi
Gutama sebagai suaminya.
Sebelum Resi
Gutama dan Dewi Windradi menikah, secara diam-diam Batara Surya menghadiahi
Dewi Windradi sebuah mustika bernama Cupu
Manik Astagina. Kemampuan Cupu Manik Astagina adalah dapat
memperlihatkan tempat-tempat di dunia tanpa harus mendatanginya.
Pernikahan
Resi Gutama dengan Dewi Windradi dianugerahi tiga orang anak. Anak pertama
perempuan bernama Anjani, anak
kedua bernama Guwarsi dan anak
ketiga bernama Guwarsa.
Suatu ketika,
Dewi Windradi memberikan Cupu Manik Astagina kepada Anjani. Hal itu membuat iri
Guwarsi dan Guwarsa. Akhirnya Ketiga bersaudara ini pun bertengkar karena memperebutkannya.
Keributan itupun terdengar oleh Resi Gutama, lalu bertanya kepada Dewi Windradi,
darimana dia memperoleh mustika itu. Dewi Windradi yang telah berjanji kepada
Batara Surya untuk merahasiakan pemberiannya, hanya diam saja. Ini membuat
marah Resi Gutama yang lalu mengutuk Dewi Windradi sehingga menjadi batu.
Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa
menyaksikan ibu mereka telah menjadi batu tidak lantas merasa menyesal dan masih
bertengkar berebut mustika itu. Akhirnya Cupu Manik Astagina itu diambil oleh Resi Gotama lalu dilempar
jauh sampai jatuh ke sebuah telaga indah yang dikenal dengan nama Telaga Madirda.
Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa
mengetahui bahwa mustika itu jatuh kedalam telaga dan mereka bertiga
mengejarnya sampai kesana. Ketika sampai di Telaga Madirda, mereka mengira cupu
itu ada di dasarnya. Guwarsi dan Guwarsa langsung menyelam ke dalam telaga,
ketika keluar berubah menjadi manusia kera.
Sedangkan Anjani yang saat itu kelelahan
dan melihat air telaga yang sangat jernih lalu membasuh wajah dan tangannya,
kemudian wajah dan tangannya saja yang menyerupai kera.
Melihat tubuh mereka
berubah menjadi seperti kera, ketiga bersaudara tersebut menyesal dan memohon
petujuk kepada ayah mereka. Untuk menebus kesalahan mereka, Resi Gutama
menyuruh ketiga anaknya untuk bertapa ditempat yang berbeda. Guwarsi dan Guwarsa
yang telah berganti nama menjadi Subali
dan Sugriwa masing-masing
bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga.
Sedang Anjani di Telaga Madirda.
Anjani bertapa dengan cara berendam di telaga. Kutukan kepada Anjani akan
berakhir setelah dia melahirkan seorang anak titisan Dewa Siwa. Dengan niatnya
yang sunguh-sungguh, akhirnya Dewa Siwa
mengabulkannya. Melalui makanan yang dihantarkan oleh Batara Bayu dan Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah
seorang wanara putih paling perkasa bernama Hanoman.
Guwarsi berganti nama
menjadi Subali dan bertapa di
Gunung Sunyapringga dengan cara menggantung di batang pohon seperti kelelawar,
sedang Guwarsa berganti nama menjadi Sugriwa
bertapa di hutan Sunyapringga dengan
cara berdiri dengan satu kaki.
Hanoman, Subali dan
Sugriwa, merupakan tokoh-tokoh penting dalam epos Ramayana. Hanoman dan Sugriwa yang membantu Rama mencari Sita
dan mengalahkan Rahwana. Sedang
Subali, adalah guru dari Rahwana (Dasamuka).
Mesikpun merupakan
obyek wisata alam yang sangat indah, pada saat musim liburan kawasan Telaga Madirda tetap
tidak begitu ramai pengunjung pengunjung, mungkin karena keberadaan Telaga Madirda belum banyak
diketahui orang. Selain itu, papan petunjuk lokasi, fasilitas yang ada, dan
informasi terkait tempat ini masih dangat minim, mungkin hal ini menyulitkan
orang yang ingin berkunjung. Namun di sisi lain, karena belum banyak pengunjung
dan fasilitas buatan manusia, kealamian tempat ini masih sangat terjaga.
Telaga Madirda terlihat
ramai ketika akan tiba Hari Raya Nyepi, umat Hindu disekitar Telaga Madirda
mengadakan upacara Melasti, yaitu upacara penyucian menyambut Tahun Baru Saka.
Setelah prosesi melasti akan terlihat banyak sisa-sisa sesaji yang tersebar di
sekitar Telaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar