Minggu, 24 September 2017

KISAH DIBALIK KEINDAHAN TELAGA MADIRDA




Nama Telaga Madirda mungkin masih kurang familiar terdengar ditelinga, salah satu obyek wisata yang menyajikan keindahan alam yang sangat asri dengan latar belakang pemandangan perbukitan yang hijau, udara yang sejuk, dan kejernihan airnya sehingga dasar telaga dan ikan-ikan yang hidup di telaga dapat terlihat jelas. Telaga Madirda merupakan telaga alami yang sumber airnya berasal dari  Gunung Lawu. Tempatnya berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. 

      Lokasi Telaga ini berdekataan dengan Candi Sukuh dan Situs Palanggatan. Selain pesona alamnya yang indah, Telaga Madirda juga menyimpan kisah yang dipercaya masyarakat sebagai  tempat jatuhnya mustika milik dewa surya yang bernama Cupu Manik Asta Gina.
      Dahulu kala hidup seorang resi sakti bernama Gutama, dari Pertapaan Agrastina. Kerena kesaktiannya, Resi Gutama pernah membantu para dewa menyelamatkan kahyangan, dan atas jasanya itu, Batara Guru menghadiahi sang resi seorang bidadari bernama Dewi Windradi sebagai istrinya. Walalupun Dewi Windradi sebenarnya lebih menyukai Batara Surya, dia tetap menerima Resi Gutama sebagai suaminya. 
       Sebelum Resi Gutama dan Dewi Windradi menikah, secara diam-diam Batara Surya menghadiahi Dewi Windradi sebuah mustika bernama Cupu Manik Astagina. Kemampuan Cupu Manik Astagina adalah dapat memperlihatkan tempat-tempat di dunia tanpa harus mendatanginya.

     Pernikahan Resi Gutama dengan Dewi Windradi dianugerahi tiga orang anak. Anak pertama perempuan bernama Anjani, anak kedua bernama Guwarsi dan anak ketiga bernama Guwarsa
Suatu ketika, Dewi Windradi memberikan Cupu Manik Astagina kepada Anjani. Hal itu membuat iri Guwarsi dan Guwarsa. Akhirnya Ketiga bersaudara ini pun bertengkar karena memperebutkannya. 
      Keributan itupun terdengar oleh Resi Gutama, lalu bertanya kepada Dewi Windradi, darimana dia memperoleh mustika itu. Dewi Windradi yang telah berjanji kepada Batara Surya untuk merahasiakan pemberiannya, hanya diam saja. Ini membuat marah Resi Gutama yang lalu mengutuk Dewi Windradi sehingga menjadi batu.

Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa menyaksikan ibu mereka telah menjadi batu tidak lantas merasa menyesal dan masih bertengkar berebut mustika itu. Akhirnya Cupu Manik Astagina itu diambil oleh Resi Gotama lalu dilempar jauh sampai jatuh ke sebuah telaga indah yang  dikenal dengan nama Telaga Madirda

Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa mengetahui bahwa mustika itu jatuh kedalam telaga dan mereka bertiga mengejarnya sampai kesana. Ketika sampai di Telaga Madirda, mereka mengira cupu itu ada di dasarnya. Guwarsi dan Guwarsa langsung menyelam ke dalam telaga, ketika keluar berubah menjadi manusia kera.

Sedangkan Anjani yang saat itu kelelahan dan melihat air telaga yang sangat jernih lalu membasuh wajah dan tangannya, kemudian wajah dan tangannya saja yang menyerupai kera.

Melihat tubuh mereka berubah menjadi seperti kera, ketiga bersaudara tersebut menyesal dan memohon petujuk kepada ayah mereka. Untuk menebus kesalahan mereka, Resi Gutama menyuruh ketiga anaknya untuk bertapa  ditempat yang berbeda. Guwarsi dan Guwarsa yang telah berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Sedang Anjani di Telaga Madirda.

Anjani bertapa dengan cara  berendam di telaga. Kutukan kepada Anjani akan berakhir setelah dia melahirkan seorang anak titisan Dewa Siwa. Dengan niatnya yang sunguh-sungguh, akhirnya Dewa Siwa mengabulkannya. Melalui makanan yang dihantarkan oleh Batara Bayu dan Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah seorang wanara putih paling perkasa bernama Hanoman.

Guwarsi berganti nama menjadi Subali dan bertapa di Gunung Sunyapringga dengan cara menggantung di batang pohon seperti kelelawar, sedang Guwarsa berganti nama menjadi Sugriwa bertapa di hutan Sunyapringga dengan cara berdiri dengan satu kaki.

Hanoman, Subali dan Sugriwa, merupakan tokoh-tokoh penting dalam epos Ramayana. Hanoman dan Sugriwa yang membantu Rama mencari Sita dan mengalahkan Rahwana. Sedang Subali, adalah guru dari Rahwana (Dasamuka).

Mesikpun merupakan obyek wisata alam yang sangat indah, pada saat  musim liburan kawasan Telaga Madirda tetap tidak begitu ramai pengunjung pengunjung, mungkin karena  keberadaan Telaga Madirda belum banyak diketahui orang. Selain itu, papan petunjuk lokasi, fasilitas yang ada, dan informasi terkait tempat ini masih dangat minim, mungkin hal ini menyulitkan orang yang ingin berkunjung. Namun di sisi lain, karena belum banyak pengunjung dan fasilitas buatan manusia, kealamian tempat ini masih sangat terjaga.

Telaga Madirda terlihat ramai ketika akan tiba Hari Raya Nyepi, umat Hindu disekitar Telaga Madirda mengadakan upacara Melasti, yaitu upacara penyucian menyambut Tahun Baru Saka. Setelah prosesi melasti akan terlihat banyak sisa-sisa sesaji yang tersebar di sekitar Telaga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Candi Plaosan Lambang Toleransi dan Cinta Sejati

Jawa Tengah adalah salah satu privinsi di Pulau Jawa yang menyimpan jutaan sejarah tentang peradaban umat manusia. Betapa tidak, letaknya...